Kisah Eni, Pengrajin Lempeng yang Bertahan dengan Cara Tradisional
13 April, 2022
Di tangan Eni (25), pisau berukuran sekitar 30 cm itu terlihat meliuk liuk membelah adonan gendar menjadi pipih. Tangan kirinya dengan cekatan akan memindahkan lapisan pipih gendar yang berbentuk persegi panjang dengan ukuran 10X5 cm ke widik bambu.Lempeng basah tersebut siap dijemur di bawah terik matahari, di halaman depan rumah yang berada di Dukuh Banjar Mlati, Desa Sukowinangun, Kabupaten Magetan.Eni menekuni pembuatan lempeng tersebut untuk membantu orang tuanya yang sudah lebih dari 30 tahun menjadi pengrajin lempeng puli khas Magetan. Semua produksi lempeng di rumahnya dikerjakan secara manual.“Semua manual, dari nyampur adonan, memasak pakai kayu, ngiris, dan menggoreng lempeng, semua pakai tangan, nggak pakai mesin karena nggak punya modal mau beli mesin,” ujarnya ditemui di rumahya Selasa (13/04/2022).Di belakang Eni, tangan Ibu Painem terlihat memainkan serok untuk menjaga agar kepingan lempeng mentah yang meliuk-liuk karena mengembang di tengah minyak goreng yang mendidih, tetap matang dengan warna kuning kecoklatan.Sebelum lempeng yang telah mengembang berwarna terlalu coklat, Ibu Painem buru buru mengangkat lempeng dengan sutil dan ditempatkan pada serok besar untuk kemudian dipindahkan ke meja packing.“Ya nggorengnya begini. Saya sejak muda sudah membuat lempeng, sudah lama sekali. Dulu ikut orang kerja, sekarang membut sendiri,” katanya.Painem mengaku, dalam satu hari dia mampu menghabiskan 30 kilo beras untuk membuat lempeng. Prosesnya untuk memasak gendar sebagai bahan lempeng mentah, dimulai dari pagi sekitar pukul 06:00 WIB. Mulai pukul 08:00 WIB anaknya, Eni akan mendendeng gendar menjadi kotak-kotak lempeng mentah yang kemudian dijemur.“Yang digoreng ini yang sudah kering, dijemur kemarin. Sebelum digoreng, di taruh di atas wajan penggorengan biar lebih siap untuk digoreng,” imbuhnya.(Diskominfo/kontrib.rif/fa2/IKP1)Share this:TwitterFacebook